Kejahatan Perang (sedang) Terjadi Di Suriah.

Kejahatan perang (sedang) terjadi di Suriah
Muhammad Alridho Lubis

Oleh: Muhammad Alridho Lubis
MudaNews.com – Pembantaian di Aleppo, Suriah memasuki edisi baru. Dalam beberapa hari terakhir warga dunia dikejutkan dengan korban yang berjatuhan di Suriah. Bukan dikejutkan dengan seberapa banyak korban yang jatuh, tapi dikejutkan karena penyebab dari berjatuhannya korban-korban di Suriah yang mayoritas anak-anak menggunakan senjata perang berbahan kimia. Bahan kimia yang dicurigai digunakan ‘menidurkan’ secara massal masyarakat Suriah adalah racun saraf sarin.

Zat sarin diidentifikasi sebagai dalang dari tewasnya tidak kurang dari 86 orang (kemungkinan bisa bertambah) warga Suriah yang mayoritas warga sipil yang sedang tertidur. Identifikasi penggunaan zat sarin didasari dari ciri-ciri korban sebelum meninggal dan penggunaan zat sarin juga pernah digunakan dua tahun yang lalu di Aleppo, Suriah. Sarin adalah zat yang bening, tidak berwarana dan tidak berasa. Racun saraf sarin memiliki kekuatan membunuh 20 kali lebih kuat dari sianida.

Senjata perang berbahan zat sarin ditembakkan melalui serangan udara menggunakan pesawat perang dari pemerintahan Suriah dibawah komando presiden Suriah Bashar Al-Assad. Presiden Suriah Bashar Al-assad sendiri menolak bertanggung jawab atas serangan menggunakan bahan kimia yang mematikan dan balik menuding pihak oposisi pemerintahan (pemberontak) sebagai oknum yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Rusia negara yang pro Assad menyatakan bahwa senjata kimia berasal dari gudang senjata milik pemberontak yang terkena tembakan udara dari serangan udara pemerintah Suriah.
Dewan keamanan PBB yang menerima kabar penggunaan bahan kimia sebagai alat perang akan segera melaksanakan ‘drama’ sidang dadakan. Dan tentu saja kalaupun sidang itu akan merumuskan hasil untuk menindak kejahatan perang yang terjadi di Suriah, sudah barang tentu keputusan itu akan diveto oleh Rusia sebagai anggota dewan keamanan tetap PBB.
Serangan menggunakan senjata berbahan kimia bisa diklasifikasikan sebagai kejahatan perang. Apalagi senjata kimia tersebut tidak hanya memakan korban tentara pemberontak tapi juga menyasar ke warga sipil (lansia, anak-anak dan orang diluar pasukan yang bertikai).

Seharusnya kejahatan perang yang terjadi di Suriah saat ini diseret ke pengadilan Internasional. Bashar Al-assad harus diadili sebagai penjahat perang atas kejahatan-kejahatan perang yang terjadi di Suriah lima tahun belakangan ini. Tuntutan atas kejahatan perang ini dilakukan bukan hanya untuk rakyat dan korban yang meregang nyawa di Suriah tapi juga sebagai titik acuan tegaknya hukum dan keadilan Internasional. Dan setelah Bashar diadili atas kejahatannya, pengadilan internasional juga dapat menyelidiki atas kejahatan-kejahatan perang berskala internasional yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar yang dilakukan penjahat perang berkedok biksu radikal Ashin Wirathu. Penjahat perang yang mengatasnamakan agama untuk menutupi alasan politik dari pembantaian Muslim Rohingya di Myanmar. Pengadilan yang dilakukan untuk para penjahat perang ini jika berhasil dilaksanakan menjadi angin segar untuk berkibarnya bendera ‘kedamaian’ di seluruh ‘tanah api’ yang belum juga habis berkobar di belahan dunia.

Efek dari pengadilan internasional untuk para penjahat perang ini dapat menormalisasi dan mengevaluasi setiap pihak-pihak yang sedang berperang untuk berfikir ulang atas perang yang sedang berlangsung di tanah mereka. Selain efek normalisasi dan evaluasi, efek lain yang dapat timbul dari diadilinya para penjahat perang yaitu efek preventif/ pencegahan. Efek pencegahan akan muncul untuk mencegah setiap oknum-oknum yang berfikiran picik untuk melakukan setiap trik-trik kotor dalam usaha memenangkan peperangan. Harapan kemudian setelah efek-efek ini muncul, maka hukum internasional akan berdiri tegak untuk menegakkan kedamaian internasional tanpa syarat kepentingan politik negara pemegang kendali di lembaga pemersatu dunia sekarang.

Sebelum berakhirnya tulisan ini saya berharap sebagai rakyat Indonesia pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah taktis dan sistematis untuk kejahatan-kejahatan Internasional yang terjadi di Suriah, Myanmar, dan baru-baru ini bom di London dan Turki. Indonesia sebagai negara yang memiliki falsafah “berperan aktif” dalam kedamaian dunia sudah selayaknya tidak lagi berdiam diri dan hanya mengeluarkan sikap normatif dibalik kata ‘kecaman’ sebagai statment politik untuk setiap kejahatan internasional. Sudah saatnya bapak/ ibu “yang terhormat, yang mulia yang, diagungkan” lebih konsentrasi untuk ikut bertanggung jawab menjaga nyawa anak-anak, orang tua-orang tua, dan saudara-saudara kita yang tewas karena perang dari pada memberi makan ‘kambing’ yang kalau lah dilepas Allah tetap memuliakannya dengan Rezeki yang telah dijanjikan-Nya.

Dan sebagai seorang Muslim, saya menyampaikan terima kasih kepada saudara-saudara kami yang masih mempertahankan ‘tanah-tanah merdeka kita’. Terima kasih juga telah menggugurkan kewajiban berperang kami membela ‘kita’. Terima kasih juga untuk tetap ber fisabilillah berpeluh darah dan keringat. Semoga Allah memberikan kekuatan, kesabaran dan insya Allah kemenangan yang telah Ia janjikan. Kami bantu kalian dengan Doa saudara ku. Kami adukan mereka atas apa yang mereka lakukan terhadap kalian kepada Allah Aja Wazalla.

Penulis merupakan mantan ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam komisariat Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan (FIP UNIMED) dan juga mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).