Warga Menduga PLTU Labuhan Angin Cemari Lingkungan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MudaNews.com, Berita Tapteng (Sumut) – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin, Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah, mulai diprotes warga setempat, karena asap yang keluar dari cerobong PLTU dianggap mencemari udara yang mereka hirup, sehingga membuat kesehatan masyarakat, tumbuhan dan hewan ternak mereka terganggu.

PLTU Labuhan Angin yang bakar batu bara ribuan ton per hari, menghasilkan polusi asap karbon yang sangat mencemari alam lingkungan dan sangat membahayakan warga sekitarnya. Dampak buruk dari asap polutan ini akan mencemari udara, emisi karbonnya akan mengakibatkan pemanasan global, efeknya kepada iklim cuaca ekstrim tak menentu, radiasi Sinar Matahari, hujan asam yang berdampak membahayakan kesehatan warga dan merusak tumbuhan, hewan ternak maupun hewan yang berada di alam bebas. Termasuk juga ikan-ikan di sungai, tambak dan laut. karena selain debu halus karbon, juga ada racun kimia lainnya.

Manca Hutagalung salah seorang tokoh masyarakat yang juga pemerhati lingkungan hidup, sebagai Gerakan Perempuan, Tanam dan Pemeliharaan (GPTP) menjelaskan kepada Awak Media, Jum’at (21/4) Yang lalu, warga sekitar Kelurahan Tapian Nauli II sudah banyak yang jatuh sakit akibat menghirup udara yang keluar dari cerobong asap PLTU.

“Warga disini sudah resah dengan asap yang keluar dari cerobong itu, dan itulah yang membuat warga menjadi jatuh sakit, kebanyakan disini kena infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan batuk, terlebih-lebih pada anak-anak, karena abu, coba kita perhatikan berapa banyak karbon yang dihasilkan perharinya, yang dibawa asap hasil pembakaran batu bara tersebut langsung menyebar dan itulah yang dihirup warga disini,” ungkap Manca.

Sambung Manca, kehadiran bangunan PLTU tersebut sebenarnya tidak memberi hasil kepada masyarakat, namun hanya memberi kerugian besar, ditambah pencarian warga semakin menurun, dimana para nelayan semakin mengeluh, bila terjadi hujan asam akibat Merkuri, ekosistem laut rusak, nelayan mengeluh tentang tangkapan ikan berkurang.

“Selama lebih dari 7 tahun PLTU beroperasi, bayangkan berapa juta ton kubik racun yang disemburkan dari cerobong PLTU, mencemari, meracuni tanaman dan ikan di sekitar ini, dan dikonsumsi oleh warga sekitar, bayangkan racun merkuri penyebab kanker di ikan-ikan di teluk, di teluk ini dulunya sangat terkenal menjadi sarang ikan, tetapi sekarang sudah tiada lagi dan sayur yang ditanam terpolusi debu beracun tersebut, yang dimakan sehari-hari oleh masyarakat, tentunya masyarakat awam mulai sadar dengan hal ini, yang membuat mereka menjadi angkat bicara,” jelasnya.

Selain itu, pihak PLTU Labuhan Angin tersebut tidak pernah bersosialisasi kepada masyarakat setempat, CSR (Corporate Sosial Responsibility) yang tidak pernah tersalurkan kepada masyarakat, yang membuat masyarakat hanya menerima efek buruknya saja.

“Masyarakat disini hanya menerima efek buruknya saja, selama ini Pihak PLTU tidak pernah memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada masyarakat, sebenarnyakan dana CSR itu kan ada, jadi kenapa tidak disalurkan kepada warga, atau dalam pembangunan apapun itu, selain itu pekerja di PLTU itu sendiri pun tidak ada orang disini, jangankan pegawainya, buruh kasar aja tidak ada, malah orang dari luar negeri semua, yang tidak tau bahasa Indonesia sama sekali, jadi kalau keuntungan, itu tidak ada keuntungan kepada masyarakat,” tegas Manca. Berita Tapteng/Arjuna

- Advertisement -

Berita Terkini