Memberi Bukan Segalanya, Tapi Karena Kesadaran

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Kita sering menuntut dan meminta-minta, sementara potensi akal menyeru kita berfikir untuk memikirkan hal-hal yang tidak ada menjadi ada. Bukankah semestinya kita menciptakan dan mempersembahkan?

Seorang pejalan yang tidak membawa bekal makanan, minuman dan pakaian apapun dilemparkan ke bumi seorang diri tanpa keluarga, sanak family dan sesiapapun yang dapat memberinya apa-apa. Ia terus berjalan seraya berfikir untuk menutupi tubuhnya dengan dedaunan dan ketika kelaparan ia memburu hewan dihutan lalu mempersiapkan alat panggang untuk mematangkan dagingnya yang mentah agar enak dimakan.

Hari silir berganti dan disaat merasa kesepian barulah ia meminta agar didatangkan padanya seorang pendamping, teman untuk berjalan mengarungi samudra kehidupan. Setelah dihadirkan dengan jarak yang berjauhan merekapun saling berjalan dan saling mencari hingga akhirnya dipertemukan pada bukit yang sangat romantis.

Akhirnya setelah mereka berkomitmen untuk membangun peradaban mulia mereka saling mempersembahkan, tidak ada satu permintaan apapun yang mereka lontarkan hingga mereka melahirkan keturunan, anak-anak yang imut, lembut dan nakal.

Akal mereka senantiasa berfikir agar bisa hidup dengan nyaman, terhindar dari hujan dan panas yang menyengat. Hingga akhirnya mereka membangun gubuk dari bebatuan dan pelepah-pelepah pohon. Mereka berfikir untuk memikirkan kesejahteraan anak-anak mereka, kecerdasan akal anak-anak mereka dan perkembangan peradaban dunia dimasa yang akan datang dengan jangka waktu yang teramat panjang.

Zaman berkembang, waktu terus berjalan dengan sangat cepat dan perkembangan peradaban dunia semakin melesat jauh dengan segudang ide-gagasan dan inovasi baru untuk mempersembahkan. Mereka selalu memberi corak kehidupan dengan ragam suku, bangsa dan agama bahkan sampai pada mempersembahkan teknologi multimedia yang super canggih.

Hingga akhirnya peradaban dunia memasuki fase degradasi pemikiran, dimana kita hanya bisa meneruskan, melakukan inovasi dan transformasi yang sudah ada sebelumnya dari hasil warisan nenek moyang dahulu. Tidak mampu lagi akal untuk melahirkan ide-gagasan untuk berfikir dan memikirkan, sampai pada titik kita hanya menadah tangan dan menjadi peminta-minta.

Apakah itu minta dibuatkan pesawat, kapal laut ataukah mobil dan rumah. Tanpa mampu mempersembahkan, menciptakan dan melahirkan seabstrakan wujud menjadi keadaan mutlak.

Yang lebih memilukan lagi adalah ketika kita itu hanya sebatas menadahkan tangan dan meminta-minta belas kasihan manusia lainnya, tidak mengerti menciptakan dan tidak pandai mengerjakan serta yang paling parahnya lagi tidak mau berusaha untuk memikul beban hidup agar dapat membangun rumah dan menanam padi di sawah. Sehingga dari degradasi pemikiran itu menghasilkan jutaan penganggur, pemalas dan peminta-minta belas kasih dari manusia lainnya.

Adalah sesuatu yang sangat membanggakan bagi kita bisa memberi, berfikir dan memikirkan kehidupan dimasa mendatang untuk anak cucu keturunan dan mempersembahkan kejayaan bagi peradaban mulia pada dunia. Pemberian apalagi yang lebih mulia dan lebih berharga selain dari cinta?

Cinta telah berhasil mengajarkan ku tentang kearifan dan kebijaksanaan, ia mengajarkan ku tentang kehidupan agar aku berfikir dan memikirkan, menyembah dan mempersembahkan, menciptakan dan melahirkan nilai serta norma kehidupan yang sejuk, damai dan penuh rasa kebahagiaan. Tanpa satu keluhan sedikitpun akan perihnya derita kemiskinan, kelaparan dan ketidaktahuan.

Cinta dan segala kebesarannya telah menjadikan ku seorang manusia yang tidak menghinakan dan menghardik kaum-kaum terpinggir. Hingga pada akhirnya cinta mendorong ku untuk melakukan pembebasan atas kebiadaban dan kekejaman dunia yang saling memangsa sesama manusia.

Aku memberikan cinta bukan karena aku punya segalanya, tapi karena aku menyadari bahwa aku ini tidak punya hak atas ruh dan jasad ku sendiri. Akulah seorang fakir yang tidak punya apa-apa itu saudara.

Dari ketiadaan wujud cinta aku dapat melahirkan keadaan wujud dengan berlemah lembut, berkasih sayang dan mempersembahkan apa saja yang dapat aku beri untuk kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia lainnya, dengan sikap dan perbuatan yang tidak menghardik dan mencela ketidakpunyaan manusia lainnya dari sifat materi keduniaan.

#JalanCintaMMS

Oleh: Muhammad Mas’ud Silalahi

Penulis merupakan Koord FSM Sumut

 

- Advertisement -

Berita Terkini