Maraknya Peredaran Narkoba, Polda Sumut Akui Ada Kelemahan Petugas Perbatasan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Laporan: Deva

MUDANews.com, Medan (Sumut) – Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumut, Komisaris Besar (Kombes) Pol Rina Sari Ginting mengakui, banyaknya narkoba yang masuk dari Aceh ke Sumut melalui perbatasan tidak lepas dari adanya keteledoran petugas penjaga perbatasan.

“Memang benar ada keteledoran itu. Tetapi, petugas juga manusia tak mungkin bisa melakukan pemeriksaan pada orang atau angkutan yang melintasi perbatasan. Apalagi, saat ini Polda Sumut masih tergolong kekurangan personil,” katanya, Selasa (7/3).

Sambung Rina, jalur distribusi narkoba dari Aceh ke Sumut memiliki banyak jalur. Di sisi lain, para Bandar narkoba tersebut juga tidak kalah belajarnya dari Polisi.

“Jangankan dari Aceh ke Sumut, dari luar negeri masuk ke Aceh melalui jalur laut saja banyak pintunya. Apalagi dari Aceh ke Sumut yang sudah berada didaratan, bisa saja mereka (Bandar narkoba) menyalurkan narkobanya melalui hutan,” ujarnya.

Meski begitu, sambung dia, Polda Sumut dengan Polda Aceh sudah membangun kerja sama dalam hal mengantisipasi adanya peredaran gelap narkotika dari Aceh ke Sumut melalui jalur darat, laut dan udara.

“Kerjasama itu sudah terbangun lama. Namun, kita sama sama memiliki keterbatasan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini pengawasan perbatasan diantara kedua Provinsi ini bisa ditingkatkan sehingga peredaran narkoba ini bisa diminimalisir,” terangnya.

Sebelumnya, seorang dari tiga bandar narkoba jaringan internasional Abdurahman alias Naga 49, Warga Dusun Butsi, Kampung Masjid, Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang tewas ditembak tim Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri, di Jalan Banda Aceh-Medan, Kabupaten Binjai Km 12, 5 (tak jauh dari rumahnya) karena berusaha melawan saat akan ditangkap.

Sedangkan, tiga orang lainnya yakni Amsari alias Sari, 32, warga Dusun Cahaya Butsi, Kelurahan Cinta Raja, Kecamatan Bandahara, Kabupaten Aceh Tamiang, Edi Saputra alias Alfarisi alias Datok alias Iyong, 38, warga Dusun Permai Desa Cinta Raja, Kecamatan Bandahara, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh dan Zainuddin, 45, warga Dusun Margo Utomo, Desa Cinta Raja, Kecamatan Bandahara, Aceh Tamiang, Aceh. Dari para tersangka Polisi menyita 41 Kg sabu-sabu dan 70 ribu butir pil
ekstasi.

Rina Menjelaskan, saat ini semua tersangka yang diamankan itu sudah berada di Bareskrim Mabes Polri untuk pengembangan. Sebab, dari informasi yang diterima Polisi masih ada rentetan jaringan tersangka.

“Memang mereka (Tersangka) menggunakan jaringan terputus, namun demikian sudah ada beberapa orang yang direkrutnya untuk dijadikan sebagai jaringan narkoba generasi berikutnya,” jelas Rina.

Namun, saat ditanya mengenai banyaknya narkoba yang sudah berhasil diedarkan para tersangka itu, Rina enggan memberitahukannya.

“Saya kurang tau kalau itu. Masih sulit untuk mengkalkulasikannya. Sebab, tersangkanya sudah dibawa ke Mabes Polri semua, silahkan ke Mabes saja kalau perlu,”ungkapnya dengan nada bercanda.

Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut, Brigjend Pol Andi Loedianto mengakui, banyaknya bandar narkoba yang diamankan baik oleh BNN maupun Polri saat ini mengindikasikan adanyabpergeseran secara signifikan dari motif ekonomi menjadi upaya penjajahan dari kalangan tertentu di luar negeri.

“Sepertinya pergesern itu benar adanya. Sebab, para Bandar narkoba yang ditangkap itu kan hanya yang terdeteksi saja. Di luar itu bisa saja justru lebih banyak yang tidak terdeteksi.
Maka dari itu, yang perlu diwaspadai adalah adanya upaya penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing, katanya.

Menurut Andi, ke depan mungkin langkah terbaik dalam memerangi narkoba ini harus mengikuti upaya yang dilakukan oleh Philiphina.

“Presiden memang sudah menginstruksikan, jika ada Undang-Undang (UU) yang menjadi payung hukum untuk melakukan seperti yang dilakukan di Philipnina maka itu akan dilakukan. Namun, kondisinya saat ini adalah tindakan yang terkadang sudah sesuai dengan Standard Operasional Prosedur (SOP) saja masih sering terbentur dengan HAM. Nah itu yang kita jaga,” terangnya.

Namun demikian, masih kata Andi, narkoba itu tidak akan beredar jika tidak ada masyarakat yang membelinya. “Penindakan menurut saya sudah maksimal dilakukan. Tinggal pencegahan saja yang belum. Pencegahan ini maksud saya adalah keluarga di tengah-tengah masyarakat itu sendiri,” pungkasnya.[am]

- Advertisement -

Berita Terkini