Krisis Dunia Masih Berlanjut?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Dalam skema ekonomi dunia tren globalisasi adalah satu-satunya corak ekonomi yang di anut dan terus mengalami krisis dalam tubuhnya. Kebangkitan dari era ini membuat anarkisme perdagangan secara global. Tak ada yang dapat mengatur selain kekuatan modal itu sendiri yang menentukan arahnya. Ironisnya skema ini saling merasuki dalam sendi kehidupan yang kian hari semakin menunjukkan ketidakmampuannya membawa arah ekonomi kepada kesejahteraan apa lagi kesetaraan.

Kompetisi negara-negara adidaya secara ekonomi dan politik terus saja mencari jalan untuk dapat memiliki kuasa monopoli di dunia, pada tahun 2000 Negara-negara maju sebagai agen kapitalis mendorong sebuah pola pembangunannya pada program-program Kapital internasional dengan menyepakati MDGs (Milenium Development Goals) dan tahun 2015 kembali terlibat dalam SDGs (Sustainable Development Goals) atau biasa dikenal dengan GGs (Global Goals). sejak tahun 2013 RRT juga bangkit sebagai Negara adidaya dalam pertarungan kapital global, salah satunya adalah dengan program Pembangunan dengan tema One Belt One Road (OBOR) digadang untuk menjadi jalur sutera baru yang dapat memobilisasi komoditas dengan efesien di belahan dunia.

Pertumbuhan ekonomi global mengalami stagnan hanya duduk dalam peningkatan 3,7 % pada tahun 2018, dan untuk tahun 2019 IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada angka 3,5 %. Ini mengingat beberapa isu yang hangat mempengaruhi suhu perdagangan global saat ini. Isu Trade War AS dengan RRT memiliki dampak paling signfikan ketika saling memberi ancaman bea masuk 25 % untuk beberapa komoditas dalam perdagangan keduanya, diikuti kebijakan nomalisasi Moneter dari The Feds yang terus menaikkan suku bunga acuannya tiap tahun, lalu isu Proteksionisme yang menggurita di beberapa negara yang mengalami stagnasi ekonomi, yang terakhir adalah kenaikan harga minyak dunia pada posisi terakhir menyentuh harga $58,52/barel, bahkan untuk jenis minyak mentah berjangka Brent dijual pada harga $67,16/barel.

Perang dagang di antara dua kekuatan ekonomi dunia hari ini memperlihatkan dampak yang cukup besar pada pola perdagangan dunia yang masih bergantung pada ekspor kepada kedua negara, terutama negara berkembang yang memiliki hubungan dagang dengan keduanya, disamping ada persoalan supply chain (Rantai Pasok Produksi) yang sering di rekayasa oleh MNC yang menggunakan beberapa perjanjian antara AS/RRT dengan negara-negara berkembang. Semisal berbicara kebijakan perdagangan dalam tema Rules Of Origin (ROO), yang aturan dari salah satu tema pasar bebas ini biasa dipakai untuk memanipulasi asal barang dan berkaitan pada supply chain Produksi global. Ini membuat pengaruh pada kepentingan investasi dari TNC/MNC ke negara-negara yang memiliki kemudahan biaya masuk dengan menjadikan dalih ROO pada identitas komoditasnya. Dan banyak pula tema lain yang akan mempengaruhi pola investasi di negara-negara berkembang, terutama yang memiliki perjanjian pasar bebas dengan kedua negara tersebut guna menjadikan Poetensi MNC/TNC mampu memonopoli gerak pasar global. Itu pula yang membuat IMF harus merivisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% menjadi 3,7 %. Ketidakpastian pasar global yang berhubungan dengan pasar regional di Eropa dan Asia. Yang patut menjadi perhatian adalah pasar kawasan Asean dengan beberapa Negara dalam perjanjian TPP yang proyeksi ekonomi ditaksir 40% perdagangan global telah berhenti dikarenakan AS Keluar dan RCEP yang proyeksi ekonomi dari RCEP memiliki GDPgabungan sebesar 31,60 persen dari GDP dunia dan mewakili 28,5 persen perdagangan global.

Persoalan perang dagang ini membuat pertumbuhan ekonomi dalam situasi saling berhati-hati, sehingga tren Proteksionisme muncul sebagai salah satu pertahanan ekonomi domestik masing-masing negara. Masing-masing negara mendorong kebijakan yang melindungi kepentingan ekonomi negaranya sehingga meningkat pembatasan-pembatasan untuk komoditas lalu lalang di negaranya, dan ini sebuah fenomena yang muncul dari akibat krisis ekonomi berkepanjangan, terutama terjadi di eropa dan amerika dengan adanya kebijakan inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) membuat gaduh terutama dalam upaya menalangi krisis yang berkepanjangan di beberapa negara eropa seperti Yunani, Spanyol, italia dan beberapa negara lain. Kondisi kejatuhan ekonomi di eropa, itu membuat pertumbuhan ekonomi di eropa juga mengalami kelesuan bahkan terjun bebas, banyak rakyat negara-negara eropa yang kehilangan daya beli dan membuat banyak pula komoditas, tidak terserap aktifitas perdagangan. Itu kemudian diikuti pula oleh amerika setelah dilantiknya presiden Donald Trump. Dan senada dengan upaya perlindungan ekonomi tersebut, politik populisme kanan juga mengalami kenaikan, karena kepentingan melindungi klas menengah di eropa dan amerika.

Federal reserve pertama kali memulai proses nomalisasi kebijakan moneter pada desember 2015. Itu dilakukan untuk mengendalikan proses perdagangan dan sebuah rangkaian lain dari perang dagang selain proteksionisme. Setelah tahun-tahun sulit pada masa Subprime Mortage 2008 yang harus memaksa membuat kebijakan suku bunga Dollar 0, untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Akan tetapi hal itu berimbas pada kelebihannya pasokan dollar kenegara-negara lain dengan bentuk investasi dan perdagangan. Namun setelah ada kebijakan normalisasi moneter ini, maka mata uang perdagangan dunia itu mulai kembali kenegara asalnya dan membuat percaturan perdagangan kembali berubah, sehingga cadangan dollar beberapa negara melemah, sehingga mata uangnya melemah pula dibandingkan dollar. Setelah menaikkan suku bunga dollar secara bertahap, The Feds Terakhir menaikkan suku bunga 2,5 % pada akhir tahun 2018 dan akan terus menagalami kenaikan tipis pada pertengahan 2019.

Peningkatan harga minyak OPEC dan sekutunya atau dikenal dengan istilah OPEC+ telah melaksanakan kebijakan pemangkasan produksi sejak 2016 dan berlanjut di 2019. Produksi minyak OPEC sendiri memberikan kontribusi 40% produksi global di luar amerika serikat. Kebijakan itu utamanya untuk menekan membanjirnya pasokan global seiring kenaikan produksi minyak AS. Di sisi lain kosumen minyak global paling banyak adalah china dan amerika sendiri. Kenaikan yang pasti dari harga minyak dunia, membuat ongkos produksi global juga akan meningkat, dan membuat para investor global yang berinvestasi dalam industri real menjadi hati-hati. Selain itu beberapa kampanye lingkungan anti energi fosil yang semakin membuat berbagai energi alternatif seperti listrik, biodiesel, etanol, metanol, dan lainnya juga menjadi salah satu perhatian menuju teknologi digital hari ini.

Pada Oktober 2012, Working Group on Industry 4.0 memaparkan rekomendasi pelaksanaan Industri 4.0 kepada pemerintah federal Jerman. Model industri berbasis internet ini telah mendorong dunia untuk menaruh perhatian pada perkembangan teknologi digital yang semakin mempercepat proses produksi.Revolusi industri 4.0 pada 17 september World Economic Forum melansir “Future of Jobs Report 2018” yang memprediksi perkembangan revolusi 4.0 di dunia serta prediksi pekerjaan yang akan segera digantikan secara digital oleh bantuan robot. Hari ini negara yang mulai mengadopsi ini adalah jerman, AS, China Jepang kanada dan beberapa negara maju lainnya. Dan yang perlu dicatat penggunaan data menjadi kunci dari ekspansi teknologi ini, data dan teknoogi tersebut membutuhkan harga yang tidak sedikit pula.

Situasi ini memperlihatkan bahwa krisis tidak kunjung bisa diobati, perang dagang dan isu ekomi global hari ini bukan semakin memperbaiki keadaan ekonomi global, malah semakin membuat ketidakpastian ekonomi global. Ini terus meningkatkan kompetisi yang tidak terkendali dan akan semakin membawa rakyat secara global pada posisi yang di tumbalkan. Berbagai kerugian dari kondisi ekonomi global membawa pengaruh pada rakyat, sedangkan para kapitalis malah mencari cara untuk dapat mengelak dari jurang kerugian akumulasi modalnya.

Menguatnya politik sayap kanan global

Kemenangan kubu politik sayap kanan yang konservatif dan chauvinis dibeberapa negara asia, amerika dan eropa. Tercatat sayap kanan memimpin konstelasi politik di berbagai negara seperti, AS, Brazil, Argentina, Swedia, Kanada, Kolombia, Turki, Paraguay, Hingaria, Italia bahkan saingan terberat kubu sosdem Francis, Front nasional, sedang manggalang kekiatan kanan dengan partai-partai sayap kanan eropa. Kampanye sayap kanan itu menggunakan model populisme dalam sosialisasi politiknya Yaitu mengobarkan ideologi neo nasionalisme, anti globalisasi, pro pribumi dan pro kebijakan ekonomi model proteksionisme.Di Eropa, sentimen anti imigran dan anti muslim menjadi isu utama. Dengan gagasan tersebut Mereka rajin mengobarkan sentimen anti-elite, oposisi terhadap kemapanan, dan mengklaim sebagai juru bicara rakyat jelata (common people).

Kebangkitan sayap kanan di global ini adalah dampak langsung dari keadaan ekonomi global yang tidak pasti, bahkan di beberapa negara timur tengah dan asia membuat hancur sama sekali ekonominya yang kemudian diikuti oleh konflik politik yang berkepanjangan. Kegagalan sayap kiri yang diasosiasikan pada kelompok sosial demokratik adalah partai-partai sosial-demokrat Eropa dan Amerika Latin gagal mengartikulasikan sebuah visi untuk masa depan negara-negara mereka secara ekonomi politik. Sehingga selain faktor eksternal akibat ekspansi secara fisik dan psikologis dari kepentingan modal, mereka juga kian jatuh pada kerugian reformis yang terus saja terintrupsi kepentingan modal global. Sialnya itu kemudian membuat banyak rakyat berbagai negara yang kacau itu mencari penghidupan kenegara lain yang dianggap lebih berhari depan, mulailah muncul Imigran di sepanjang daratan eropa.

Baru-baru ini terjadi penembakan komunitas muslim di selandia baru oleh partisan sayap kanan Australia yang menyerap habis doktrin Islamfobia. Itu adalah contoh ekstream yang terlihat dari menguatnya sentimen rasial dan konservatifisme yang dilancarkan oleh kekuatan politik sayap kanan. Di eropa hal pelecehan bahkan kekerasan terhadap imigran muncul hampir setiap hari. Ditengah situasi global yang tidak menentu, negara-negara eropa juga sedang dalam kondisi yang hati-hati mengelola ekonominya harus dibebankan oleh datangnya berbagai macam imigran, lalu berhasil dijadikan sebuah isu politik yang meningkatkan sentimen Chauvinis, rasial dan nasionalisme dan itu banyak dapat diterima oleh rakyat negara-negara eropa saat ini. Itu terbukti dari meningkatnya kepercayaan dan ekspektasi politik pada partai sayap kanan hari ini, yang dianggap mengakomodir kegelisahan dan keresahan rasial mereka. Bahkan Trump juga sampai ingin membuat blokade dengan dinding raksasa yang membentang sepanjang perbatasan meksiko. Itu adalah contoh dari dampak upaya proteksionisme yang disimbolkan dengan pembatasan-pembatasan.

Bersambung…

Penulis adalah Moeslem Silaen

- Advertisement -

Berita Terkini